Judul buku : Surat Dahlan
Penulis
: Khrisna Pabichara
Cetakan I
: Januari 2013
Penerbit : Noura Books (PT Mizan Publika)
Tebal
: 396 hal
ISBN
: 978-602-7816-25-1
Bisakah hubungan percintaan jarak jauh tanpa
surat ? Bagaimanakah Dahlan Iskan bisa “terjerumus” dalam dunia surat kabar ?
Setumpuk pertanyaan yang lain langsung memenuhi rongga kepala ketika membaca judul buku ini. Tapi setelah
ditelaah lebih mendalam, ternyata ada kisah seorang Dahlan Iskan yang tampil dalam balutan lipatan surat, lengkap dengan nilai
filsafat dan cara bertuturnya yang unik.
Novel Surat Dahlan ini
jelas bukan satu-satunya novel atau buku yang berbicara
tentang Dahlan Iskan. Sudah cukup
banyak buku tentang Dahlan Iskan, entah itu dalam
bentuk biografi , kisah
inspiratif, motivasi, lakon,
maupun kajian lain. Sebut saja buku INDONESIA habis gelap terbitlah terang, Dahlan Iskan GANTI HATI
Tantangan menjadi menteri, Dua Tangis dan Ribuan Tawa, Dahlan Iskan
Manufacturing Hope Bisa !, Dahlan juga manusaia, Dahlan Iskan from zero to
hero, Inilah Dahlan itulah Dahlan, certwit Dahlan is can, Spirit Hidup Dahlan Iskan,
Dahlan Iskan pemimpin yang happy dan Motivasi super Dahlan Iskan. Semua
itu lahir dari dorongan, kepentingan, dan sudut pandang yang berlainan.
Kendati demikian,
kalau mau dibandingkan dengan novel atau buku lain, trilogi novel inspirasi Dahlan Iskan anggitan Khrisna Pabichara ini setidaknya patut diperhatikan
karena tiga alasan.
Pertama,
buku ini merupakan suatu upaya realistis dalam menampilkan sosok Dahlan Iskan. Lewat
novel setebal 396 halaman ini Khrisna Pabichara coba menghadirkan sisi
lain kehidupan Dahlan Iskan dalam bentuk, cara dan sisi yang lain.
Bila novel pertama (Sepatu Dahlan) lebih
banyak mengambil lokasi Desa Kebon Dalem, Magetan-Jatim, maka novel kedua
didominasi latar belakang Kaltim, utamanya Samarinda. Di kota inilah, Dahlan
Iskan muda mulai merintis sebagai wartawan. Padahal tujuan awal Dahlan dari
desanya ke Samarinda untuk kuliah. Adalah Sayid Alwi AS
yang “menjerumuskan” Dahlan ke dunia jurnalistik. Dalam novel, juga disebutkan
beberapa tokoh wartawan Kaltim yang dekat dengan Dahlan, seperti Aan R Gustam
(hanya ditulis Aan), Syuhainie, Ibrahimsyah, Yunani, dan lain-lain. Saat
menjadi wartawan Mimbar Masyarakat pimpinan Sayid Alwi, Dahlan
banyak belajar menjadi wartawan dari mereka.
Dalam novel ini juga digambarkan
kondisi Kota Tepian tempo dulu. Juga disinggung tentang Kelurahan Sungai
Kerbau. Sebagian isi novel ini memang fiksi, namun lokasi
benar-benar ada, seperti Sungai Kerbau itu memang ada.
Novel ini juga menggambarkan kisah
percintaan Dahlan, antara janji temu dengan cinta pertama, lamaran sahabat
baiknya, dan cinta baru yang dia temukan di tanah rantau. Pada akhirnya Dahlan
justru melamar Nafsiah, anak tentara asal Loa Kulu. Dari pernikahan ini mereka
dikaruniai dua anak : Rully dan Isna.
Kedua, untuk menghasilkan novel yang menjiwai cerita tentang Dahlan Iskan ini Khrisna Pabichara harus melakukan riset mendalam. Khrisna, antara lain, mendatangi Loa Kulu, Sangatta, Tanjung Isuy, Sangkulirang, Muara Tae, sampai Berau. Bahkan di Tanjung Isuy, Khrisna sampai harus tidur di rumah camat. Karena dulu Bu Nafsiah (Istri Dahlan Iskan) juga tidur di rumah camat. Dan tentu akan beda hasilnya antara novel yang didasari survey yang mendalam, dengan novel yang tampil ala kadarnya atau "kata si anu".
Ketiga, Sifat Dahlan Iskan dan pesan moral disampaikan lewat bahasa yang kadang “tak teraba”, begitu menyentuh, tanpa ada kesan menggurui. Seperti misalnya :
-
Ternyata
selain diberkati dengan semangat dan kegigihan, Dahlan Iskan juga dikaruniai
watak pembosan. Dua karakter yang sangat jauh berbeda.
-
Kita hidup dari apa yang kita dapatkan dan kita bahagia dari apa yang kita
berikan (kalimat yang dikutip Dahlan Iskan dari
biografi Winston Churchill ketika menasehati Nafsiah, yang biasa disapa Anding,
ketika dilarang ayahnya mengikuti kegiatan
PII (Pelajar Islam Indonesia) (halaman 84-85).
Gaya tutur Khrisna Pabichara yang enak, bahkan mengalir dengan bertolak
dari wawancara dan survey dari berbagai sumber, kemudian
dirangkai dalam bentuk narative science
history membuat novel ini memikat untuk dibaca. Kalau pun ada yang bikin gemas, itu hanyalah satu pertanyaan kecil : kenapa Dahlan Iskan muda tak pernah bisa membalas dan melipat surat untuk Aisha ? Itu saja.
*******