Jumat, 29 Juni 2012

1000 kisah tentang Ibu : IBUKU, TIDAK INGIN ANAK-ANAKNYA MENJADI ANAK TIRI

Dulu, sewaktu aku masih kecil, dan sering diulang ketika aku sudah remaja, ibuku (Bu Asiyah) pernah bercerita, bahwa menjadi anak tiri itu sangat tidak enak. Sangat menderita sekali. Ini bukan sekedar cerita menakut-nakuti lho......Berdasarkan cerita beliau, Ibuku dulu sangat menderita sebagai anak tiri. Perlakuan ibu tiri yang kejam, perlakuan yang berbeda dengan anak kandung, ternyata bukan sekedar cerita saja.
Ibu memang benar-benar mengalaminya !!!! Untuk itulah, Ibu tidak mau anak-anaknya menjadi anak tiri. Bagaimanapun keadaannya, Ibu ingin, semua anaknya diasuh dan dilindunginya. Bahkan ketika ada kakakku yang akan diasuh oleh Pakdhe, Ibuku tidak mengijinkannya. Begitu juga kehidupan berumah tangganya dengan Bapak (Pak Salim). Sangat dijaga betul. Apapun masalahnya dengan Bapak, Ibu berusaha mempertahankan pernikahannya dengan bapakku. Bagaimanapun "nakalnya" Bapak, Ibuku selalu memaafkannya. Dan ternyata, hanya mautlah yang memisahkan kisah cinta Bapakku dengan Ibuku. Bapakku meninggal dunia pada tanggal 15 Maret 2008.
Ah Ibu, betapa mulia budi pekertimu. Dengan penghasilan Bapak sebagai PNS rendahan (Bapak pensiun dengan pangkat I D), dan dengan tanggungan 8 anak, Ibu berusaha sekuat tenaga membesarkan kami, putra putrinya. Ibu juga berusaha sekuat tenaga agar kami, putra putrinya bisa bersekolah semaksimal mungkin. Gali lubang tutup lubang, terjerat hutang ke rentenir (dengan bunga hutang yang sangat mencekik leher), menjual rumah untuk melunasi hutang, dilakukan Ibu untuk membesarkan kami, anak-anaknya. Tentang kisah menjual rumah ini, aku masih punya rasa sakit hati sampai sekarang. Bahkan masih ada keinginan kuat untuk bisa membeli rumah itu kembali. Ya, sebuah rumah, di Semarang. Rumah tempat kami dibesarkan beramai-ramai. Rumah yang di sekelilingnya ada pohon tebu, pohon jambu batu, jambu air, sirsak, dan tumbuhan lain. Sakit hatiku pada makelar yang menjual rumahkt. Bayangkan, dia bisa menjual rumaku pada tahun 1985 seharga 3,25 juta, e... sama Ibu dan Bapakku cuma dibayarkan 2,5 juta. Ah... namanya juga makelar. Ngambil untungnya banyak banget !!! Sejak dari menjual rumah itu, kami menjadi "kontraktor". Pengontrak dari rumah yang satu ke rumah yang lain. Kadang sampai malu aku pada teman-temanku, alamat rumah kok gonta-ganti terus. Tapi Ibuku tetap saja sabar dan bersahaja menjalani rumah tangga dengan selalu pindah rumah itu.
Rasa cinta ibu kepadaku sebagai anak bungsunya semakin terlihat ketika tahun 1994 aku memutuskan merantau ke Jakarta untuk sekolah kedinasan. Ah Ibu, aku tahu pasti, engkau pasti sangat berat untuk melepaskanku. Kulihat mata ibuku berkaca-kaca. Mungkin ibu tidak tega melepasku yang saat itu tidur saja masih dikeloninya (ah.. jadi malu ...). Tapi restunya tetap diberikannya untukku, untuk hidup jauh di Jakarta, juga restu untukku ketika aku menikah pada tanggal 16 Maret 2000. Biarpun aku sudah menikah dan punya anak, sampai kini, ibu juga masih menyediakan makanan coklat kesukaanku, seperti GERY CHOCOLATOS. Kalau sudah ada GERY CHOCOLATOS, bisa rebutan antara anak dan cucu-cucunya.
Kini, ketika 8 anaknya sudah mentas (berkeluarga) semua, kulihat rona kebahagiaan di wajah ibuku. Apalagi kalau pas ada acara keluarga dan semuanya bisa ngumpul. Wuih... ramenya. Oh ya, dari 8 anaknya, ibuku sekarang mempunyai 18 cucu dan 3 buyut lho... Buyut yang ketiga lahir pada tanggal 25 September 2010 kemarin. Di antara anak-anaknya, ada yang sudah berhasil menjadi guru SMA, PNS di Pemprov Jawa Tengah, PNS di Departemen Keuangan, jadi tukang, dan berbagai pekerjaan lainnya. Inilah hasil dari kerja keras ibu dan bapakku serta berkat penerapan prinsip ibuku yang tidak mau anak-anaknya menjadi anak tiri. Do 'akan kami juga selalu rukun ya....
Dan kini ketika usiaku menginjak 36 tahun , mudah-mudahan, aku juga bisa mengikuti jejak Ibuku, dapat mempertahankan mahligai pernikahanku yang sekarang “baru” menginjak usia ke-10. Mudah-mudahan aku juga bisa mengikuti dan menerapkan prinsip ibuku : "TIDAK INGIN ANAK-ANAKKU MENJADI ANAK TIRI. "
Di usiamu yang senja (68 tahun), ijinkan aku untuk membahagiakanmu, Ibu. Kalaupun engkau tidak bersedia ikut tinggal bersamaku di Malang (yang menurutmu sangat dingin, dibandingkan dengan kotamu kini, Semarang), aku bisa memakluminya. Hanya sebaris do 'a ini yang senantiasa kupanjatkan di setiap selesai sholatku, Ibu : Ya Allah, ampunilah dosa Ibu dan Bapakku. Sayangilah mereka, sebagaimana mereka menyayangiku sewaktu aku masih kecil. Amiiin....



Ibu & aku, anak bungsunya
keluarga kecilku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar