Sabtu pagi itu saya masih bimbang, membawa Rifqi ke dokter gigi atau tidak. Akhirnya sebelum saya berangkat untuk latihan yoga, dengan pelan-pelan saya bilang ke Rifqi, “ Qi, nanti siang kita ke dokter gigi ya ? Rifqi mau kaaan ?? Daripada Rifqi sakit dan rewel lho…. Paling nanti giginya cuma dilihat sama Bu Dokter, Qi. Ayo, mau ya sayang ?? “
Tidak ada anggukan atau gelengan kepala dari Rifqi. Juga tidak ada jawaban ya atau tidak.
Siangnya, setelah saya latihan yoga dan Rifqi pulang dari sekolah, kuantar Rifqi ke klinik gigi di RS Lavalette. Perasaan was was masih menyelimutiku. Khawatir kalau Rifqi tidak mau diperiksa giginya. Apalagi saat sedang antri, ada seorang anak yang sedang diperiksa giginya menangis keras sekali. Untuk mengatasinya, kualihkan perhatian Rifqi, kuajak dia menjauh dari ruang praktek dokter. Kebetulan di RS tersebut ada taman yang asri. “Bu, Bu… aku mau lihat burung itu !” kata Rifqi sambil menunjuk tempat burung di taman itu. “Iya Qi, nanti kita lihat ke sana ya, tapi setelah Rifqi periksa gigi. “
Alhamdulillah, pas masuk di ruangan dokter gigi, ditangani oleh Bu Dokter gigi yang masih muda dan cantik, yang sabar dan telaten, akhirnya Rifqi mau diperiksa giginya. Ternyata memang gigi Rifqi sudah banyak yang berlubang. Ah leganya, akhirnya Rifqi ku sekarang telah menjadi seorang yang pemberani. Berani untuk diperiksa dan dirawat giginya. Masih terngiang pujian dari Bu Dokter gigi : “Ih, Mas Rifqi hebat ya… mau diperiksa giginya. Minggu depan ke sini lagi ya sayang … , untuk perawatan gigi“.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar